Ondel-Ondel
Siapa yang tidak kenal dengan boneka tradisional satu ini. Ondel-ondel merupakan boneka tradisional yang terkenal sebagai ikon kota Jakarta. Nama ondel-ondel yang diberikan untuk boneka yang terbuat dari bambu dengan tinggi mencapai 3 meter ini dipopulerkan oleh seniman terkenal Betawi yaitu Benyamin Sueb. Dahulu ondel-ondel ini disebut dengan barongan, karena dimainkan oleh orang banyak (bareng-bareng) dalam sebuah arak-arakan.
Walaupun sekarang ini fungsi ondel-ondel sebagai sebuah kesenian yang kerap ditampilkan di acara-acara seperti pernikahan, ulang tahun kota dan jenis hiburan lain tetapi ternyata ondel-ondel ini memiliki nuansa mistis yang sangat kental di dalamnya. Kesan mistis yang melekat pada ondel-ondel tidak terlepas dari fakta bahwa boneka ini pada awalnya diciptakan untuk menangkal roh-roh halus atau arwah. Dalam suatu pertunjukan ondel-ondel, tidak diperkenankan sembarangan dalam memainkannya dan ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelum pertunjukan dilakukan. Diantaranya ondel-ondel harus diberi minum dan diberi rokok sebelum pertunjukan dimulai.
Hal ini dilakukan karena sebagaian besar masyarakat betawi percaya bahwa ada daya magis dalam tubuh ondel-ondel. Bentuk muka ondel-ondel pada zaman dahulu pun lebih seram, tidak seperti sekarang yang tampil lebih kalem dan menyerupai wajah manusia biasa. Sekarang ini ondel-ondel selalu dibuat berpasangan, dengan ondel-ondel warna merah untuk menggambarkan pria dan ondel-ondel putih untuk menggambarkan perempuan.
Sigale-gale
Boneka yang kental dengan nuansa mistis berikutnya datang dari Pulau Samosir, Sumatera Utara. Boneka Sigale-gale demikian boneka tersebut disebut. Boneka Sigale-gale merupakan boneka khas masyarakat Pulau Samosir dengan bentuk tubuh dan wajah mirip manusia dan memakai pakaian adat batak lengkap dengan ulos. Ada dua macam sejarah yang melatarbelakangi kemunculan sigale-gale. Versi pertama dan yang paling dipercaya adalah, konon dahulu kala ada seorang anak raja yang meninggal di medan perang, namun tidak mendapatkan keikhlasan dari kedua orang tuannya. Kemudian dibuatlah boneka kayu yang mirip dengan manusia yang dianggap sebagai perwujudan dari sang anak yang telah meninggal. Boneka tersebut kemudian diberi nama sesuai dengan putra raja yang meninggal, yang bernama Manggale. Boneka tersebut kemudian menemani raja hingga akhir hayat sang raja. Pada saat kematian raja, boneka tersebut menari disamping tubuh raja yang telah mati tersebut.
Versi lain mengatakan, konon ada sepasang suami istri yang tidak dikaruniai seorang anak. Sang suami yang merupakan dukun bernama Datu Partoar kemudian berkelana ke hutan dan menemukan sebuah boneka kayu yang mirip dengan anak perempuan. Ia kemudian mengubah boneka tersebut menjadi manusia yang diberi nama Nai Manggale dan diangkat sebagai anak oleh Datu dan istrinya. Nai Manggale kemudian dirawat oleh suami istri tersebut hingga suatu saat sepasang suami istri tersebut mati, dan ia kemudian menari disamping kedua jenasah mereka. Karena merasa sendirian, Nai Manggale kemudian membuat boneka kayu mirip dirinya dahulu untuk diangkat sebagai anak. Kebiasaan ini kemudian menjadi turun-temurun di wilayah Samosir.
Boneka sigale-gale kemudian selalu dimainkan ketika ada seorang anak yang meninggal (terutama anak laki-laki) sebagai ungkapan dukacita orangtua karena telah kehilangan sang anak. Boneka sigale-gale dimainkan dengan iringan musik tradisional batak. Konon jumlah benang yang digunakan untuk menggerakan boneka ini jumlahnya sama dengan jumlah urat pada tubuh manusia. Masyarakat setempat percaya bahwa arwah orang yang meninggal akan bersemayam di dalam tubuh boneka sigale-gale. Sahabat anehdidunia.com seringkali dijumpai boneka sigale-gale dapat bergerak dan menari-nari sendiri tanpa ada yang menggerakkan. Bahkan, beberapa masyarakat pernah menjumpai boneka sigale-gale tersebut menitikkan air mata.
Misteri lain yang menyelimuti boneka sigale-gale tidak berhenti sampai disitu. Masyarakat Batak percaya bahwa siapapun yang membuat boneka sigale-gale akan meninggal sebagai tumbal atas pembuatan boneka tersebut. Setiap orang yang membuat boneka sigale-gale harus menyerahkan seluruh jiwa dan raganya agar boneka tersebut dapat bergerak selayaknya manusia yang hidup. Untuk mencegah hal tersebut, masyarakat Batak kemudian membuat boneka sigale-gale secara terpisah. Setiap orang bertugas membuat bagian-bagian tertentu dari boneka sigale-gale, seperti: kepala, tangan, atau kaki saja. Dengan dibuat oleh orang-orang yang berbeda, maka dipercaya tidak akan ada orang yang menjadi tumbal. Satu hal lagi yang makin menambah seram bonek sigale-gale adalah boneka ini hanya boleh ditempatkan didalam peti mati. Saat menari pun harus diletakkan diatas peti mati tersebut. Karena memang, sigale-gale diciptakan untuk mengantarkan kematian seseorang.
Jailangkung
Misteri mengenai boneka yang penuh dengan unsur mistis tidak bisa dilepaskan dari jailangkung. Boneka yang dibuat dari gayung air (dari tempurung kelapa) ini sangat populer karena beberapa kali pernah difilmkan. Mitos mengenai jailangkung berasal dari kebudayaan masyarakat tionghoa yang sering memainkan permainan memanggil arwah yang ditempatkan dalam sebuah boneka keranjang yang kemudian dinamakan dengan Cay Lan Gong. Sahabat anehdidunia.com permainan Cay Lan Gong tersebut kemudian diadaptasi oleh masyarakat asli Indonesia menjadi permainan yang kini disebut dengan Jailangkung.
Boneka Jailangkung kemudian dibuat dari gayung air (dari tempurung kelapa) dan diberi perlengkapan seperti pakaian. Di salah satu ujungnya kemudian ditambahkan alat tulis seperti kapur atau pensil. Untuk membuat Jailangkung tersebut bergerak harus dilakukan ritual pemanggilan arwah terlebih dahulu. Diiringi dengan acara pembakaran kemenyan atau dupa dan pembacaan mantra ”jelangkung jelangsat, Di sini ada pesta, Pesta kecil-kecilan, Jelangkung jelangsat, Datang tidak diundang, Pergi tidak diantar”, konon boneka jailangkung tersebut akan dapat bergerak sendiri dan mampu menjawab pertanyaan kita dengan cara menuliskan jawaban pada media kertas atau papan tulis.
Walaupun pada awalnya jailangkung hanya sebagai permainan, kemudian karena hubungannya dengan roh-roh halus, permainan ini menjadi penuh dengan mitos-mitos yang mengiringinya. Banyak cerita tentang orang-orang yang kesurupan setelah memainkan permainan ini. Hal ini diyakini karena arwah yang dipanggil tersebut marah dan merasuki orang yang memanggilnya.
Nini Thowong
Nini Thowong merupakan sebuah hiburan tradisional masyarakat Jawa yang sangat unik karena tidak ditemukan di daerah lain. Selain itu Nini Thowong sarat dengan unsur seni, tradisi dan mistis yang tinggi. Nini Thowong merupakan boneka perempuan yang menurut cerita adalah saudara perempuan dari jailangkung. Mengapa dinamakan Nini Thowong? Karena mukanya putih (thowong). Disebut "Nini", karena jenis kelaminnya perempuan. Konon, dulu ada seorang gadis, yang perangainya jahat. Dia disihir oleh tetangganya, jadilah Nini Thowong. Kebudayaan yang dimiliki setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai corak yang berbeda-beda. Perbedaan itu disebabkan adanya pengaruh lingkungan alam di sekitar masyarakat suku bangsa itu bertempat tinggal.
Sebagai contoh permainan tradisional yaitu Nini Thowong. Permainan ini berasal dari Gurdo, Panjangrejo, Pundong, Bantul. Nini Thowong adalah nama permainan berupa boneka dari tempurung kelapa, rangka bambu dan diberi pakaian seperti orang. Permainan Nini Thowong berfungsi sosial dan religius magis. Berfungsi sosial karena mampu mengumpulkan anak-anak desa bermain bersama. Berfungsi religius magis karena ada semacam kepercayaan bahwa Nini Thowong yang sudah kemasukan roh halus bisa menunjukkan obat bagi yang sakit, dan bila dituruti si sakit dapat sembuh. Permainan Nini Thowong ini menyebar dari mulut ke mulut. Nini thowong merupakan kesenian nenek moyang zaman dahulu yang dimainkan pada waktu senggang. Bentuk nini thowong tersusun dari siwur (gayung dari batok), enjet, angus (arang) untuk menggambar wajah.
Bahan-bahan tersebut disusun menyerupai bentuk manusia lalu dipakaikan kebaya, sarung dan diberi daun-daun yang berasal dari kuburan. Setelah siap, boneka tersebut dibawa ke pohon besar yang angker dan diberi sesajen yang bertujuan untuk memanggil dan agar kemasukan arwah. Pada zaman dahulu, Nini tThowong dimainkan pada saat mongso ketigo (musim kemarau) di bawah bulan purnama. Tetapi pada zaman sekarang Nini Thowong dimainkan pada saat acara-acara tertentu dan pada malam minggu. Bentuk mukanya juga telah dimodifikasi dengan gabungan antara topeng dan siwur (gayung). Nini Thowong dimainkan oleh perempuan, sedangkan yang membawa dan mengangkut dari tempat kediamannya adalah seorang laki-laki.
Permainan ini tidak memiliki tujuan tertentu baik itu ritual maupun semacamnya. Pada saat memainkan boneka Nini Thowong ini tidak diperlukan sesajen, hanya mengalungkan bunga telon. Permainan ini diiringi oleh gejug lesung dan gamelan mega mendung. Pada zaman dulu diiringi tembang tetapi sekarang diiringi lagu Perahu Layar. Jika Nini Thowong pada jaman dahulu merupakan sebuah budaya animisme yang ketika memainkan Nini Thowong ini mempunyai suatu maksud tertentu, saat ini Nini Thowong hanya merupakan sebuah pementasan yang bertujuan untuk menghibur tanpa mempunyai maksud magis apapun (misal upacara pemanggilan hujan atau ritual pengobatan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar